Monday, December 30, 2013

Fenomena PSK Pelajar - Faktor Penyebab dan Penanggulangannya

Kewajiban utama para pelajar adalah menuntut ilmu. Tak ada pekerjaan lain yang harus dilakukan pelajar selain menuntut ilmu. Namun dalam kenyataannya, ada saja pekerjaan-pekerjaan lain yang digeluti pelajar di luar kewajiban utamanya. Pekerjaan lain yang sama sekali di luar perkiraan adalah banyaknya remaja putri yang berstatus pelajar yang menggeluti aktivitas sebagai tuna susila atau yang lebih dikenal dengan istilah PSK.
Banyak media yang sudah memberitakan tentang aktivitas tidak wajar dari para pelajar ini. Bila berita yang tersiar itu benar, pasti ada kesalahan mendasar sehingga remaja putri tersebut larut dalam pergaulan yang tak wajar, menjadi PSK pelajar. Tentu timbul pertanyaan di benak kita, sebenarnya, ada apa dengan para remaja putri yang masih duduk di bangku SMP dan SMA itu sehingga mereka bisa tenggelam di dunia pelacuran?
Tentu tak mudah untuk bisa menjawabnya. Tapi satu hal yang pasti, saat ini telah terjadi pergeseran moral. Pelacuran yang dulunya dianggap perbuatan nista, namun sekarang bisa dikatakan sebagai life style yang sensasional. Lalu apalagi alasannya? Tulisan ini akan mengulas dan menganalisa faktor penyebab terjadinya fenomena PSK pelajar itu.


PSK Pelajar - Latar Belakang Sosial Ekonomi


Dulu, dunia prostitusi lebih didominasi oleh perempuan-perempuan yang berlatar belakang ekonomi sulit, yaitu mereka yang butuh duit karena hidupnya selalu terhimpit oleh tekanan hidup yang menjepit. Bila setiap hari mereka selalu dihantam dengan kelaparan dan di satu sisi mereka tak memiliki pekerjaan, maka tak mengherankan bila pada akhirnya perempuan seperti ini meramaikan blantika kehidupan dunia malam  walau dengan penuh keterpaksaan. Tak mengherankan bila di tengah kondisi seperti ini, para perempuan yang malang ini tampil sebagai tulang punggung keluarga.
Namun tak sepenuhnya berlatar belakang ekonomi. Sebab ada juga di antara mereka merupakan korban patah hati, yaitu mereka yang ditinggal pergi oleh sang kekasih di saat sedang dibutuhkan karena badan sudah mendua. Perasaan luka yang mendalam bercampur marah dan dendam membuat mereka termotivasi untuk melakukan pembalasan dan pembalasan yang paling mudah adalah dengan menjadi PSK.
Walau tak semuanya demikian adanya, namun secara sosial ekonomi, kedua hal inilah yang kerap kali menjadi alasan mengapa mereka terjun ke dunia hiburan malam. Menilik latar belakangnya, tak mengherankan bila usia para wanita malam itu bukanlah seusia anak SMA, namun sedikit lebih dewasa hampir seperti wanita setengah baya. Jadi pada saat itu, fenomena PSK pelajar bisa dikatakan masih sangat jarang terjadi. Tapi itu dulu. Bagaimana sekarang?

PSK Pelajar - Atas Nama Hak Asasi

Lain dulu, lain sekarang. Sepertinya saat ini telah terjadi pergeseran, motivasi  seorang wanita menjadi seorang PSK tak lagi sekadar faktor ekonomi atau sakit hati. Di zaman edan ini, memang banyak orang yang  mudah kehilangan arah. Salah menjadi benar, benar menjadi salah. Sebab semua kesalahan selalu ada pembenaran dan sebaliknya, setiap   kebenaran selalu ada yang menyalahkan. Atas nama hak asasi, maka semua hal boleh dilakukan dan selalu ada pembenaran. Loh, apa hubungannya dengan hak asasi?
Contoh sederhananya begini, bila ada perempuan sendirian, berpakaian minim di tengah malam sehingga memancing tindakan kriminal dan perkosaan, tapi tidak ada yang boleh berpikikiran bukan-bukan. Para aktifis feminis dengan mengatasnamakan hak asasi akan mengatakan: “Tidak ada yang salah dengan si wanita, yang salah adalah mengapa Anda terangsang.”
Jadi atas nama hak asasi, segala sesuatu kadang menjadi absurd. Padahal alam semesta telah mengajarkan adanya proses aksi reaksi. PSK pelajar hanyalah hasil reaksi dari aksi proses pergaulan bebas. Termasuk dalam hal ini pakaian bebas etika yang sayangnya dilindungi oleh hak asasi manusia. Jadi, bila kita menginginkan PSK pelajar tak ada lagi, maka silakan direvisi makna hak asasi sehingga aplikasinya tepat sasaran bila ingin diterapkan di negeri ini.

PSK Pelajar - Atas Nama Modernisasi

Para PSK pelajar notabene masih berusia sangat muda, yaitu berkisar 14 hingga 17 tahun, tentu masih labil mental psikologisnya. Di usia semuda itu, mereka kerap menjadi korban pemahaman modernisasi yang salah kaprah. Di pikiran mereka, menjadi bagian kehidupan modern adalah dengan mengikuti apa pun yang ditawarkan oleh pasar apalagi bila memang sedang trendi saat ini.
Bila yang diikuti hanyalah sebatas life style, gadget, mode pakaian, rambut, pernak-pernik atau ungkapan khas pergaulan, maka hal tersebut tidaklah menjadi masalah besar. Namun, bagaimana bila gaya hidup hedonis ala Amerika diikuti pula? Padahal hedonis hanya mengejar kesenangan belaka tanpa memerhatikan aturan dan proteksi para pelakunya.
Bila hedonisme ini sudah dianggap bagian dari modernisasi, maka tak mengherankan bila banyak terjadi kasus-kasus yang membelalakkan mata, seperti pesta seks anak SMP, anak SD pecandu narkoba, siswi SMK menjadi mucikari, film porno yang disutradarai oleh seorang mahasiswi, dan masih banyak lagi. Namun atas nama modernisasi, semua itu dianggap gaya hidup masa kini. Tak mengherankan bila di tengah situasi seperti ini, PSK pelajar tumbuh subur bagai cendawan di musim hujan.

PSK Pelajar - Parade Kemewahan di Tengah Kemiskinan

Inilah faktor yang dirasakan paling bertanggung jawab terhadap lahirnya generasi PSK pelajar. Parade kemewahan yang dipertontonkan di tengah rakyat miskin yang melolong kelaparan, jelas dapat menstimulasi perilaku anomali sebagian masyarakat di kemudian hari, tak terkecuali remaja putri.
Bila setiap harinya mereka hanya bisa melihat, menyaksikan, melihat lagi, menyaksikan lagi segala bentuk kemewahan tanpa bisa menikmatinya. Sebab nasib tak pernah berpihak, roda kehidupan sepertinya enggan berputar sehingga yang terjadi seperti lirik lagu Bang Haji Rhoma Irama.
yang kaya makin kaya
yang miskin makin miskin
Rasa ingin memiliki yang tak terkejewantahkan itu lalu menyebabkan mereka memilih jalan pintas.  Apapun mereka lakukan asalkan bisa merasakan kemewahan walau hanya sesaat dan tak imbang dengan yang mereka korbankan, yaitu harga diri dan kesucian dengan menjadi PSK pelajar.
Sungguh sangat disayangkan, maka bertanggungjawablah heypara pengambil keputusan! Janganlah membuat negeri ini seolah milik diri sendiri. Berhentilah pamer kekuasaan dan hiduplah membaur dengan orang kebanyakan.

PSK Pelajar - Teknologi Komunikasi yang Semakin Canggih

Dua puluh tahun yang lalu, siapa yang menyangka teknologi komunikasi akan secanggih seperti saat ini. Kapan pun dan di mana pun kita bisa saling terhubung, arus informasi yang mengalir begitu derasnya seakan tak terbendung menerjang benak kita. Namun, kemajuan teknologi memang bagaikan pedang bersisi dua. Di satu sisi menguntungkan dan di sisi lain merugikan.
Banyak para PSK pelajar tersebut yang memanfaatkan dunia maya untuk menjalankan operasinya. Hal tersebut terungkap saat mereka ditangkap. Di hadapan peyidik, mereka berucap bahwa dengan menggunakan jaringan sosial seperti facebook, para PSK pelajar itu menjaring mangsa. Modusnya dengan menampilkandisplay foto-foto para PSK pelajar di akun facebok.
Lalu, bila ada yang tertarik, dapat langsung menghubungi via telepon mucikarinya yang nomornya tertera di akun facebook tersebut. Biasanya mereka bertemu dan bertransaksi di hotel yang telah disepakati. Luar biasa. Oleh karenanya, mulai saat ini, wahai para orang tua hilangkanlah penyakit gaptek Anda.

PSK Pelajar - Minimnya Pemahaman Agama

Seharusnya agama bisa menjadi benteng bagi pemeluknya. Sebab agama mengatur bagaimana tata cara pergaulan yang benar berikut rambu-rambunya. Sebab bukan tanpa alasan para remaja putri itu menjadi PSK pelajar. Selain karena ingin hidup mewah, anak seusia mereka masih suka pola pertemanan berkelompok.
Bisa dibayangkan bila ada salah satu anggota kelompok tersebut yang memperkenalkan cara mendapat uang dengan menjadi PSK pelajar,  maka kemungkinan besar teman-teman satu gengnya pun akan mengikuti jejaknya. Sebaliknya, bila salah seorang di antaranya lebih tertarik pada kegiatan agama, maka teman yang lain setidaknya akan mencoba untuk menekuninya. Oleh karenanya, memberikan pemahaman agama adalah penting.

PSK Pelajar - Minimnya Tokoh Panutan

Saat ini, bisa dikatakan kita sedang mengalami krisis tokoh panutan. Para generasi muda termasuk remaja putri yang menjadi PSK pelajar tersebut tak melihat adanya tokoh yang bisa memberi contoh tauladan yang baik pada mereka. Yang terjadi malah sebaliknya, para pemimpin saling mencela, mereka yang hari ini dihormati, besok ternyata sudah masuk bui.
Tokoh agama yang seharusnya saling mengayomi, kerap kali menjadi pemicu terjadinya kekerasan atas nama agama. Hal-hal seperti ini membuat mereka berkesimpulan semua orang sama saja, tak ada yang sempurna sehingga mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan sebagai PSK pelajar adalah sesuatu yang wajar. Sama wajarnya dengan perilaku koruptor yang kurang ajar.
Tak ada manusia yang sempurna. Betul. Namun tak ada yang tak mungkin. Mari kita perbaiki, mulai dari dalam diri sendiri. Hingga suatu saat nanti, PSK pelajar tak ada lagi di bumi pertiwi ini.

No comments:

Post a Comment