Wednesday, December 25, 2013

Praktek Perdukunan Dalam Kacamata Islam


Di Indonesia praktek perdukunan sudah berlangsung lama. Praktek perdukunan sudah ada sejak zaman animisme dan dinamisme. Jadi, dapat diperkirakan bahwa praktek perdukunan ini sudah berumur ratusan tahun. Hingga di zaman moderen seperti saat ini, praktek seperti ini masih banyak diminati oleh orang-orang. Padahal, kemajuan keilmuan seperti saat ini yang selalu didasari oleh logika, tentu seharusnya dapat mematahkan keilmuan para pelaku praktek perdukunan yang tidak didasari oleh ilmu yang logis dan metedolgi yang jelas dalam menerangkan praktek perdukunan.
Sebagian orang percaya bahwa para pelaku perdukunan memiliki kekuatan mistis yang didapatkan dengan berbagai cara. Ada yang didapatkan secara langsung oleh para leluhurnya, ada yang mencari dengan melakukan berbagai ritual, dan masih banyak lagi. Dari kekuatan gaib yang mereka dapatkan, mereka memiliki kemampuan untuk mengobati, mengetahui nasib ke depan seseorang, merubah nasib, memasangkan suatu jimat yang dapat mengabulkan keinginan si peminta, melipat gandakan harta, bahkan mereka dapat mencelakaan seseorang.
Para pelaku praktek perdukunan memiliki dalih yang bermacam-macam mengenai sumber ilmu yang mereka dapatkan. Sebagian dari mereka berdalih bahwa ilmu yang mereka dapatkan adalah sebuah kelebihan atau karomah yang Tuhan berikan kepada mereka. Sebagian yang lain berdalih bahwa mereka dapatkan ilmu gaib tersebut dari para leluhur mereka. Sisanya berdalih bahwa ilmu yang mereka dapatkan dari kekuatan jin yang dipinjamkan kepada mereka.
Perkembangan keilmuan pada zaman ini didasarkan kepada logika yang kemudian mereka buktikan melalui serangkaian pembuktian sesuai dengan metedologi yang ada. Perkembangan keilmuan sendiri cenderung hanya dapat membuktikan segala sesuatu yang nampak dan nyata. Ketika kita melihat praktek perdukunan melalui kacamata keilmuan zaman sekarang, tentu para ilmuan akan berkata bahwa apa yang dilakukan oleh para dukun hanya kebohongan semata atau takhayul. Ilmuan berpendapat mengenai apa yag dilakukan oleh para dukun itu tidak relevan dengan keadaan sekarang. Semuanya harus ada dasar dan pembuktian. Sedangkan dalam praktek perdukunan, para dukun tidak memiliki dasar atau teori yang dapat menjelaskan secara spesifik mengenai keilmuan yang mereka miliki. Mereka hanya melakukan kebohongan semata, tidak nampak, tidak nyata, dan tidak masuk di akal. Sehingga mereka tidak dapat membuktikan melalui serangkaian penelitian bahwa keilmuan mereka itu ada dan layak diakui. Kesimpulannya, para ilmuan sepakat untuk mengatakan tidak setuju dengan adanya praktek perdukunan.
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk percaya akan adanya hal-hal yang ghaib. Bukan seperti para ilmuan yang harus mempercayai sesuatu berdasarkan kepada akalnya, tapi orang Islam harus percaya dengan keyakinan yang dimilikinya. Hal-hal yang ghaib sukar dijelaskan hanya dengan sebuah logika atau alur pikiran yang dimiliki oleh manusia. Iman atau keyakinan adalah kunci untuk mempercayai akan adanya hal-hal yang ghaib.
Fenomena perdukunan sendiri dalam agama Islam dikenal dengan Kaahin yang memiliki pengertian sebagai orang-orang yang memiliki kekuatan ghaib atau supranatural.[1] Penjelasan selanjutnya dari Imam Nawawi[2] bahwa yang dimaksud dengan Kaahin atau arraf adalah orang-orang yang mengaku-ngaku mengetahui peristiwa yang akan terjadi, rahasia-rahasi ghaib, dan keberadaan benda-benda yang hilang atau di curi. Orang-orang yang termasuk dalam kriteria seperti yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawi sesungguhnya dilaknat oleh agama Islam[3]. Pasalnya apa yang telah mereka lakukan adalah menyalahi kehendak Tuhan. Para Pelaku Perdukunan selalu mengaku-ngaku memiliki kemampuan seperti seakan-akan menyamakan dirinya seperti Tuhan. Padahal Tuhan itu Esa, tidak ada satupun yang dapat menyamainya.
Dalam kesepakatannya, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda dengan hukum praktek perdukunan. Sebagian para ulama berpendapat bahwa hukum dari perdukunan adalah musyrik, karena mereka telah menyukutukan Allah dengan meminta kekuatan kepada jin. Ulama lain berpendapat nahwa hukum praktek perdukunan termasuk ke dalam Kafir. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa hukum perdukanan hanya termasuk ke dalam dosa besar.
Untuk orang-orang yang mempercayai dengan kebenaran dukun atau bahkan meminta tolong kepada dukun, dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, “siapapun yang mendatangi dukun dan menanyakan tentang suatu hal maka dia tidak akan diterima taubatnya selama 40 hari, sedang kalu ia percaya terhadap apa yang diucapkannya maka ia telah kafir (HR.Thabrani)”. Hadist ini menjelaskan bahwa Islam tidak main-main dalam menyikapi praktek perdukunan. Perdukunan telah menodai kuasa Tuhan akan segala sesuatu yang ghaib. Allah yang menciptakan keghaiban, dan hanya Allah-lah yang memiliki kehendak atasnya.
Ini merupakan sebagian kecil mengenai pandangan Islam terhadap praktek perdukunan. Perdukunan bukanlah masalah kecil. Hal ini berkaitan dengan penyalahgunaan kuasa Tuhan yang dilakukan oleh para pelaku perdukunan. Hanya Allah yang mengetahui hukum apa yang pantas untuk diberikan kepada mereka. Kita sebagai manusia tentunya senantiasa untuk selalu berusaha meningkatkan keimanan kita kepada Allah dengan menjalankan semua perintahnya sesuai dengan yang telah disyariatkan. Karena kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah. Hanya kepada Allah-lah kita meminta, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Kelak, Allah-lah yang akan langsung menghakimi perbuatan mereka. Wallahua’lam.

No comments:

Post a Comment