Kaum muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain (pelaksanaan hukum qishash), atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. Al Maidah 32).
Ayat di atas memberikan pemahaman wajibnya melindungi nyawa manusia dengan mengumpamakan bahwa membunuh seseorang bagaikan membunuh seluruh manusia dan sebaliknya melindungi nyawa seseorang diartikan hakikatnya seperti melindungi nyawa seluruh manusia. Bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa hancurnya dunia dan seluruh isinya nilainya lebih rendah daripada dibunuhnya jiwa seorang muslim. Oleh karena itu, Allah SWT menetapkan hukum qishash (balas) bagi pembunuh demi menjaga jiwa manusia.
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih (QS. Al Baqarah 178).
Kaum muslimin rahimakumullah,
Pelaksanaan hukum qishash ini diberlakukan bagi pembunuhan sengaja bilamana keluarga atau ahli waris korban pembunuhan tidak memaafkan pembunuh. Bila keluarga korban memaafkan pembunuh, maka pembunuh wajib membayar diyat sebagai ganti rugi sebesar 100 ekor onta dengan ketentuan 40 di antaranya hamil atau uang dinar sebesar 1000 dinar senilai sekitar 2,4 miliar rupiah. Dari bentuk diyat ini bisa kita lihat betapa mahal harga nyawa dalam pandangan Islam, tidak seperti hukum kafir warisan penjajah yang tidak memberikan perlindungan semestinya kepada nyawa manusia. Sehingga pembunuhan terjadi siang dan malam. Dan di antara pembunuhan itu juga dilakukan dengan cara sihir, teluh, santet, atau apapun namanya yang menggunakan kekuatan halus ajaran syaithan. Bagaimana perlindungan Islam terhadap nyawa manusia dari bahaya santet ini?
Kaum muslimin rahimakumullah,
Islam mengharamkan sihir. Rasulullah saw. menyebut bahwa sihir termasuk tujuh perkara yang merusak (muubiqaat). Beliau bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang merusak...syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan harta anak yatim, lari dari peperangan waktu menyerang musuh di medan perang, dan menuduh berzina kepada perempuan mukminat yang terpelihara” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain disebut bahwa mendatangi dan membenarkan tukang sihir dihukumi sebagai tindakan kufur. Artinya dosa besar. Sebagaimana membunuh jiwa seorang muslim disebut kufur. Penyebutan kejahatan sihir sebagai kufur juga disebut dalam firman Allah SWT:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia...” (QS. Al Baqarah 102).
Oleh karena itu, dalam pandangan syariat Islam tindakan sihir atau santet, atau teluh adalah perbuatan haram, bahkan mengaku punya ilmu santet, sihir, atau teluh hukumnya haram. Apalagi kalau dengan santet itu seseorang mencelakai orang lain baik melukai, menimbulkan penyakit, hingga mematikan. Dengan demikian jelaslah keharaman dari perbuatan santet, sihir atau teluh. Perbuatan haram dalam pandangan Islam termasuk perbuatan jahat atau kriminal. Oleh karena itu, untuk menjaga masyarakat dari bahaya perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut harus dikenai sanksi hukum (uqubaat). Tidak boleh ditolak RUU KUHP yang hendak melindungi warga masyarakat dari bahaya ilmu sihir, santet, teluh dan yang serupa. Karena salah satu tugas pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Di dalam sistem hukum Islam pelaku kejahatan sihir dipidana. Di dalam kitab Al Umm Juz I/256 menyebut Imam As Syafi’i meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin al Khaththab memerintahkan untuk menghukum mati para tukang sihir dan pejabat pemerintah waktu itu mengeksekusi tiga orang tukang sihir. Dalam kitab tersebut Imam As Syafi’i mengatakan bahwa sihir itu kalimat yang menghimpun sejumlah makna. Oleh karena itu, hakim harus menanyai tukang sihir itu agar menggambarkan sihirnya apa. Jika sihirnya berupa kata-kata yang jelas-jelas kufur, maka tukang sihir itu diminta bertobat. Bila tidak mau bertobat, tuklang sihir itu dibunuh. Kalau mantara-mantra tukang sihir tidak menunjukkan kekufuran dan tidak dikenal serta tidak mencelakakan orang, maka dia dilarang saja tapi tidak dihukum. Namun kalau mengulangi mantra sihir itu maka dia dihukum ta’zir. Namun bila dia tahu bahwa sihirnya membahayakan orang walau tidak sampai pada pembunuhan, maka dia dihukum ta’zir. Namun jika dia mengerjakan sihir yang mematikan sasaran dan dia mengatakan saya memang sengaja menyihirnya hingga mati, maka penyihir itu dihukum mati sebagai qishash. Kecuali jika wali korban memilih memaafkannya dengan mengambil diyat atau ganti rugi senilai 1000 dinar atau 2,4 miliar rupiah. Qala dia mengatakan bahwa dia menyihir tapi salah sasaran maka dia wajib bayar diayat atau ganti rugi kepada ahli waris korban dan tidak diqishash. Kalau dia mengatakan saya memang menyihirnya tapi sihir saya hanya menimbulkan penyakit, tidak mematikan. Maka Ahli waris korban harus bersumpah bahwa mayyit meninggal karena terkena sihir orang tersebutnya dan ahli waris berhak dapat diyat bukan qishash.
Kaum muslimin rahimakumulklah,
Dalam sistem Islam, seorang yang dituduh tukang sihir tidak boleh dihakimi massa. Dia diajukan ke pengadilan dan akan ditanya oleh hakim apakah benar yang didakwakan? Jika dia menolak, maka dia diminta bersumpah bahwa dia bukan tukang sihir dan tidak menyihir. Maka dia akan dibebaskan dari tuduhan.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Sanksi-sanksi yang sudah dijelaskan di atas menunjukkan kemampuan sistem hukum pidana Islam yang merupakan hukum Allah Yang Maha Kuasa Tuhan Yang Maha Esa untuk mengatasi kejahatan santet, sihir, teluh, atau apapun namanya untuk melindungi kesalamatan jiwa masyarakat. Maka sudah saatnya kita mengganti KUHP warisan penjajah dengan KUHP yang disusun daris sistem pidana Islam. Bukankah Allah SWT berfirman:
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al Maidah 50)
Baarakallahu lii walakum...
Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain (pelaksanaan hukum qishash), atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. Al Maidah 32).
Ayat di atas memberikan pemahaman wajibnya melindungi nyawa manusia dengan mengumpamakan bahwa membunuh seseorang bagaikan membunuh seluruh manusia dan sebaliknya melindungi nyawa seseorang diartikan hakikatnya seperti melindungi nyawa seluruh manusia. Bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa hancurnya dunia dan seluruh isinya nilainya lebih rendah daripada dibunuhnya jiwa seorang muslim. Oleh karena itu, Allah SWT menetapkan hukum qishash (balas) bagi pembunuh demi menjaga jiwa manusia.
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih (QS. Al Baqarah 178).
Kaum muslimin rahimakumullah,
Pelaksanaan hukum qishash ini diberlakukan bagi pembunuhan sengaja bilamana keluarga atau ahli waris korban pembunuhan tidak memaafkan pembunuh. Bila keluarga korban memaafkan pembunuh, maka pembunuh wajib membayar diyat sebagai ganti rugi sebesar 100 ekor onta dengan ketentuan 40 di antaranya hamil atau uang dinar sebesar 1000 dinar senilai sekitar 2,4 miliar rupiah. Dari bentuk diyat ini bisa kita lihat betapa mahal harga nyawa dalam pandangan Islam, tidak seperti hukum kafir warisan penjajah yang tidak memberikan perlindungan semestinya kepada nyawa manusia. Sehingga pembunuhan terjadi siang dan malam. Dan di antara pembunuhan itu juga dilakukan dengan cara sihir, teluh, santet, atau apapun namanya yang menggunakan kekuatan halus ajaran syaithan. Bagaimana perlindungan Islam terhadap nyawa manusia dari bahaya santet ini?
Kaum muslimin rahimakumullah,
Islam mengharamkan sihir. Rasulullah saw. menyebut bahwa sihir termasuk tujuh perkara yang merusak (muubiqaat). Beliau bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang merusak...syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan harta anak yatim, lari dari peperangan waktu menyerang musuh di medan perang, dan menuduh berzina kepada perempuan mukminat yang terpelihara” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain disebut bahwa mendatangi dan membenarkan tukang sihir dihukumi sebagai tindakan kufur. Artinya dosa besar. Sebagaimana membunuh jiwa seorang muslim disebut kufur. Penyebutan kejahatan sihir sebagai kufur juga disebut dalam firman Allah SWT:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia...” (QS. Al Baqarah 102).
Oleh karena itu, dalam pandangan syariat Islam tindakan sihir atau santet, atau teluh adalah perbuatan haram, bahkan mengaku punya ilmu santet, sihir, atau teluh hukumnya haram. Apalagi kalau dengan santet itu seseorang mencelakai orang lain baik melukai, menimbulkan penyakit, hingga mematikan. Dengan demikian jelaslah keharaman dari perbuatan santet, sihir atau teluh. Perbuatan haram dalam pandangan Islam termasuk perbuatan jahat atau kriminal. Oleh karena itu, untuk menjaga masyarakat dari bahaya perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut harus dikenai sanksi hukum (uqubaat). Tidak boleh ditolak RUU KUHP yang hendak melindungi warga masyarakat dari bahaya ilmu sihir, santet, teluh dan yang serupa. Karena salah satu tugas pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Di dalam sistem hukum Islam pelaku kejahatan sihir dipidana. Di dalam kitab Al Umm Juz I/256 menyebut Imam As Syafi’i meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin al Khaththab memerintahkan untuk menghukum mati para tukang sihir dan pejabat pemerintah waktu itu mengeksekusi tiga orang tukang sihir. Dalam kitab tersebut Imam As Syafi’i mengatakan bahwa sihir itu kalimat yang menghimpun sejumlah makna. Oleh karena itu, hakim harus menanyai tukang sihir itu agar menggambarkan sihirnya apa. Jika sihirnya berupa kata-kata yang jelas-jelas kufur, maka tukang sihir itu diminta bertobat. Bila tidak mau bertobat, tuklang sihir itu dibunuh. Kalau mantara-mantra tukang sihir tidak menunjukkan kekufuran dan tidak dikenal serta tidak mencelakakan orang, maka dia dilarang saja tapi tidak dihukum. Namun kalau mengulangi mantra sihir itu maka dia dihukum ta’zir. Namun bila dia tahu bahwa sihirnya membahayakan orang walau tidak sampai pada pembunuhan, maka dia dihukum ta’zir. Namun jika dia mengerjakan sihir yang mematikan sasaran dan dia mengatakan saya memang sengaja menyihirnya hingga mati, maka penyihir itu dihukum mati sebagai qishash. Kecuali jika wali korban memilih memaafkannya dengan mengambil diyat atau ganti rugi senilai 1000 dinar atau 2,4 miliar rupiah. Qala dia mengatakan bahwa dia menyihir tapi salah sasaran maka dia wajib bayar diayat atau ganti rugi kepada ahli waris korban dan tidak diqishash. Kalau dia mengatakan saya memang menyihirnya tapi sihir saya hanya menimbulkan penyakit, tidak mematikan. Maka Ahli waris korban harus bersumpah bahwa mayyit meninggal karena terkena sihir orang tersebutnya dan ahli waris berhak dapat diyat bukan qishash.
Kaum muslimin rahimakumulklah,
Dalam sistem Islam, seorang yang dituduh tukang sihir tidak boleh dihakimi massa. Dia diajukan ke pengadilan dan akan ditanya oleh hakim apakah benar yang didakwakan? Jika dia menolak, maka dia diminta bersumpah bahwa dia bukan tukang sihir dan tidak menyihir. Maka dia akan dibebaskan dari tuduhan.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Sanksi-sanksi yang sudah dijelaskan di atas menunjukkan kemampuan sistem hukum pidana Islam yang merupakan hukum Allah Yang Maha Kuasa Tuhan Yang Maha Esa untuk mengatasi kejahatan santet, sihir, teluh, atau apapun namanya untuk melindungi kesalamatan jiwa masyarakat. Maka sudah saatnya kita mengganti KUHP warisan penjajah dengan KUHP yang disusun daris sistem pidana Islam. Bukankah Allah SWT berfirman:
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al Maidah 50)
Baarakallahu lii walakum...
No comments:
Post a Comment