Penangkapan
Ustad Abu Bakar Ba’asyir kembali menyita perhatian publik. Aksi Densus
88 menjemput paksa pimpinan Jamaah Anshar Tauhid ini berlangsung saat
beliau bertolak dari Cimahi menuju Solo, usai mengisi ceramah tentang
Tarhib Ramadhan.
Kadiv
Humas Polri, Irjen Edward Aritonang dalam konfrensi persnya menyatakan
bahwa penangkapan Abu Bakar Ba’asyir terkait dugaan beliau sebagai otak
dan pendanaan tindak terorisme.
Menurut
Edward, penangkapan ini berdasar pada penyidikan Polri keterkaitan
Ustad Ba’asyir dengan teroris Aceh. Ada beberapa target teror bom yang
telah direncanakan. Disebutkan bahwa ada semacam uji coba pembuatan bom
di daerah Jawa Barat.
Jika
melihat perkembangan yang ada, apa sebenarnya yang menjadi tujuan
polisi menangkap seorang tua yang sudah uzur usia ini khususnya, dan
seluruh gerakan jihad yang dilancarkan segolongan Muslim yang
mencita-citakan berdiri negara Islami. Jawabannya tidak lain adalah
membasmi terorisme.
Rangkaian
pemboman yang pernah terjadi di Indonesia dianggap pemerintah sebagai
tindakan terorisme namun bagi sekolompok Muslim itu adalah jihad. Kasus
pemboman Bali tahun 2002 yang melibatkan Amrozi Cs hingga pemboman JW
Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009, mengindikasikan bahwa praktek
jihad versi mereka akan terus selalu ada.
Bagi kelompok yang menyebutkan diri mereka adalah Muslim militan yang berpemahaman salafus shalih,
Jihad adalah sebuah keniscayaan. Jihad akan selalu relevan pada setiap
masa dan tempat. Hingga akhirnya, harapan dan cita-cita mereka terwujud
agar Islam tidak dikotori lagi oleh budaya Barat.
Bagi
kebanyakan orang menyebut gerakan ini merupakan Islam radikal. Ada juga
yang menyebutnya fundamentalisme. Terlepas dari pengistilahan yang
dibuat-- meskipun penulis tidak sepakat dengan demikian--perlu diyakini
bahwa semua aktivitas mereka butuh pengkajian ulang.
Aksi
penyerangan terhadap warga asing di satu negara dengan bom bunuh diri,
kemudian pemboman tempat-tempat ibadah non muslim, dan mungkin kegiatan
merampas harta non muslim yang mereka sebut dengan fa’I, semuanya harus
kembali diluruskan.
Memang,
jika mau menelusuri jauh kebelakang bahwa aksi terorisme yang ada
merupakan fenomena sosial segelintir kelompok masyarakat yang kecewa
terhadap pemerintah. Sebenarnya cikal bakal teror juga sudah terlihat
pada awal kemerdekaan. Karena pemerintah pusat gagal mengakomodir
aspirasi umat Islam–sebagai penduduk mayoritas Indonesia--untuk
menjadikan negara Indonesia Islami, maka muncul apa yang disebut DI/TII
dari berbagai daerah.
Pada
masa orde baru, gerakan ini agak sedikit mengerucut dan melalui sikap
pemerintah yang represif, menumpas Komando Jihad. Lalu, masa reformasi
gerakan-gerakan kekecewaan itu muncul dari wadah yang disebut-sebut
Jamaah Islamiyah Indonesia (walaupun kurang bukti) Amrozi Cs menjadi icon perjuangan segelintir umat Islam yang tertindas.
Dan
munculah aneka bentuk pemboman yang dilancarkan sebagai bentuk protes
terhadap pemerintah dan juga ajang unjuk nyali umat Islam Indonesia
terhadap Barat, yang selama ini diyakini musuh Islam.
Namun, apakah ini semua benar. Atau apakah benar anggapan mereka yang menyebutkan tindakan tersebut adalah bentuk ijtihad. Kalau benar dapat dua dan salah dapat satu.
Jihad menurut Islam
Jihad
dalam term fikih adalah usaha untuk membela diri atau melawan musuh
yang hendak menyerang kediaman Muslim. Dalam kitab-kitab fikih klasik,
seperti Mughni al Muhtaj, Qalyubi wa umairah, Al Mughniy dan lain sebagainya disebutkan bahwa hukum jihad diklasifikasikan menjadi dua. Fardu ain dan fardu kifayah.
Jihad menjadi fardu ain
manakala musuh masuk ke perkampungan Muslim untuk merusak dan menjajah.
Pada kondisi ini, seluruh umat Islam baik tua, muda, perempuan dan
laki-laki wajib hukumnya melawan dengan perlengkapan senjata apa adanya.
Seluruh benda dan peralatan yang bisa digunakan untuk memukul mundur
lawan, harus dijadikan senjata. Karena semuanya ini adalah bentuk dari
perlawanan yang merupakan simbol dari jihad tersebut.
Sedangkan jihad menjadi fardu kifayah
pada kondisi ketika musuh masuk di kawasan Muslim lainnya yang bukan
kawasannya. ketika itu, bagi Muslim yang tidak berada di kawasan
tersebut hukumnya fardhu kifayah membantu saudara-saudara Muslim lainnya.
Dari sini bisa difahami bahwa jihad pada hakikatnya itu adalah usaha perlawanan (ad difaiy) bukan penyerangan (al hujumiy). Dan jihad berlaku manakala status kawasan atau negara musuh tersebut diumumkan sebagai negara yang wajib diperangi (Darul harbi).
Artinya, kalau dalam satu negara, ada orang non Muslim, maka tidak
boleh diperangi. Karena statusnya adalah non muslim yang dilindungi (kafir dzimmi). Sebab negara telah menjamin keamanannya.
Adapun
jihad, dengan melakukan pemboman bunuh diri hanya dibenarkan dalam
kondisi di negara perang. Seorang yang melakukan bom bunuh diri (qunbulatul basyariah) jika dilakukan dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk membunuh lawan di medan peperangan maka dia disebut mati syahid (istisyhad). Sementara bagi orang yang melakukan bom bunuh diri bukan di daerah perang maka disebut mati bunuh diri (intihariyah).
Dr. Qaradawi dalam bukunya Fatawa Muashirah
jilid tiga menyebutkan pelaku bom bunuh diri seperti di Palestina
adalah mati syahid. Selebihnya, jika aksi bom bunuh diri ini dilakukan
di negara-negara Muslim lainnya yang tidak ada peperangan dengan orang
kafir, maka hukumnya mati bunuh diri. Beliau mengutip pendapat al
Qurthubi dalam Tafsirnya al Jamiul Ahkam.
Adapun
firman Allah; dan janganlah kamu mencampakkan dirimu kedalam kebinasaan
(QS:195) maksudnya adalah haram hukumnya berperang bagi mereka yang
tidak memiliki kekuatan. Dengan demikian, pelaku bom bunuh diri di
daerah perang dibolehkan, asalkan niatnya ikhlas karena Allah. Karena
tujuan mereka adalah membunuh lawan melalui perantara dirinya. Wallahu a’lam bisshawab
Sumber: www.waspadamedan.com
No comments:
Post a Comment