Sunday, January 12, 2014

Fenomena Jihad Di Indonesia

Jihad dalam term fikih adalah usaha untuk membela diri atau melawan musuh yang hendak menyerang kediaman Muslim

Penangkapan Ustad Abu Bakar Ba’asyir  kembali menyita perhatian publik. Aksi Densus 88 menjemput paksa pimpinan Jamaah Anshar Tauhid ini berlangsung saat beliau bertolak dari Cimahi menuju Solo, usai mengisi ceramah tentang Tarhib Ramadhan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Edward Aritonang dalam konfrensi persnya menyatakan bahwa penangkapan Abu Bakar Ba’asyir terkait dugaan beliau sebagai otak dan pendanaan tindak terorisme.

Menurut Edward, penangkapan ini berdasar pada penyidikan Polri keterkaitan Ustad Ba’asyir dengan teroris Aceh. Ada beberapa target teror bom yang telah direncanakan. Disebutkan bahwa ada semacam uji coba pembuatan bom di daerah Jawa Barat.
Jika melihat perkembangan yang ada, apa sebenarnya yang menjadi tujuan polisi menangkap seorang tua yang sudah uzur usia ini khususnya, dan seluruh gerakan jihad yang dilancarkan segolongan Muslim yang mencita-citakan berdiri negara Islami. Jawabannya tidak lain adalah membasmi terorisme.
Rangkaian pemboman yang pernah terjadi di Indonesia dianggap pemerintah sebagai tindakan terorisme namun bagi sekolompok Muslim itu adalah jihad. Kasus pemboman Bali tahun 2002 yang melibatkan Amrozi Cs hingga pemboman JW Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009, mengindikasikan bahwa praktek jihad versi mereka akan terus selalu ada.
Bagi kelompok yang menyebutkan diri mereka adalah Muslim militan yang berpemahaman salafus shalih, Jihad adalah sebuah keniscayaan. Jihad akan selalu relevan pada setiap masa dan tempat. Hingga akhirnya, harapan dan cita-cita mereka terwujud agar Islam tidak dikotori lagi oleh budaya Barat.
Bagi kebanyakan orang menyebut gerakan ini merupakan Islam radikal. Ada juga yang menyebutnya fundamentalisme. Terlepas dari pengistilahan yang dibuat-- meskipun penulis tidak sepakat dengan demikian--perlu diyakini bahwa semua aktivitas mereka butuh pengkajian ulang.
Aksi penyerangan terhadap warga asing di satu negara dengan bom bunuh diri, kemudian pemboman tempat-tempat ibadah non muslim, dan mungkin kegiatan merampas harta non muslim yang mereka sebut dengan fa’I, semuanya harus kembali diluruskan.
Memang, jika mau menelusuri jauh kebelakang bahwa aksi terorisme yang ada merupakan fenomena sosial segelintir kelompok masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah. Sebenarnya cikal bakal teror juga sudah terlihat pada awal kemerdekaan. Karena pemerintah pusat gagal mengakomodir aspirasi umat Islam–sebagai penduduk mayoritas Indonesia--untuk menjadikan negara Indonesia Islami, maka muncul apa yang disebut DI/TII dari berbagai daerah.
Pada masa orde baru, gerakan ini agak sedikit mengerucut dan melalui sikap pemerintah yang represif, menumpas Komando Jihad. Lalu, masa reformasi gerakan-gerakan kekecewaan itu muncul dari wadah yang disebut-sebut Jamaah Islamiyah Indonesia (walaupun kurang bukti) Amrozi Cs menjadi icon perjuangan segelintir umat Islam yang tertindas.
Dan munculah aneka bentuk pemboman yang dilancarkan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan juga ajang unjuk nyali umat Islam Indonesia terhadap Barat, yang selama ini diyakini musuh Islam.
Namun, apakah ini semua benar. Atau apakah benar anggapan mereka yang menyebutkan  tindakan tersebut adalah bentuk ijtihad. Kalau benar dapat dua dan salah dapat satu.

Jihad menurut Islam
Jihad dalam term fikih adalah usaha untuk membela diri atau melawan musuh yang hendak menyerang kediaman Muslim. Dalam kitab-kitab fikih klasik, seperti Mughni al Muhtaj, Qalyubi wa umairah, Al Mughniy dan lain sebagainya disebutkan bahwa hukum jihad diklasifikasikan menjadi dua. Fardu ain dan fardu kifayah.
Jihad menjadi fardu ain manakala musuh masuk ke perkampungan Muslim untuk merusak dan menjajah. Pada kondisi ini, seluruh umat Islam baik tua, muda, perempuan dan laki-laki wajib hukumnya melawan dengan perlengkapan senjata apa adanya. Seluruh benda dan peralatan yang bisa digunakan untuk memukul mundur lawan, harus dijadikan senjata. Karena semuanya ini adalah bentuk dari perlawanan yang merupakan simbol dari jihad tersebut.
Sedangkan jihad menjadi fardu kifayah pada kondisi ketika musuh masuk di kawasan Muslim lainnya yang bukan kawasannya. ketika itu, bagi Muslim yang tidak berada di kawasan tersebut hukumnya fardhu kifayah membantu saudara-saudara Muslim lainnya.
Dari sini bisa difahami bahwa jihad pada hakikatnya itu adalah usaha perlawanan (ad difaiy) bukan penyerangan (al hujumiy). Dan jihad berlaku manakala status kawasan atau negara musuh tersebut diumumkan sebagai negara yang wajib diperangi (Darul harbi). Artinya, kalau dalam satu negara, ada orang non Muslim, maka tidak boleh diperangi. Karena statusnya adalah non muslim yang dilindungi (kafir dzimmi). Sebab negara telah menjamin keamanannya.
Adapun jihad, dengan melakukan pemboman bunuh diri hanya dibenarkan dalam kondisi di negara perang. Seorang yang melakukan bom bunuh diri (qunbulatul basyariah) jika dilakukan dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk membunuh lawan di medan peperangan maka dia disebut mati syahid (istisyhad). Sementara bagi orang yang melakukan bom bunuh diri bukan di daerah perang maka disebut mati bunuh diri (intihariyah).
Dr. Qaradawi dalam bukunya Fatawa Muashirah jilid tiga menyebutkan pelaku bom bunuh diri seperti di Palestina adalah mati syahid. Selebihnya, jika aksi bom bunuh diri ini dilakukan di negara-negara Muslim lainnya yang tidak ada peperangan dengan orang kafir, maka hukumnya mati bunuh diri. Beliau mengutip pendapat al Qurthubi dalam Tafsirnya al Jamiul Ahkam.

Adapun firman Allah; dan janganlah kamu mencampakkan dirimu kedalam kebinasaan (QS:195) maksudnya adalah haram hukumnya berperang bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan. Dengan demikian, pelaku bom bunuh diri di daerah perang dibolehkan, asalkan niatnya ikhlas karena Allah. Karena tujuan mereka adalah membunuh lawan melalui perantara dirinya. Wallahu a’lam bisshawab 

Sumber: www.waspadamedan.com

No comments:

Post a Comment