Wednesday, January 1, 2014

Televisi Kita, Dirty Jokes dan Fenomena Waria



TELEVISI merupakan media massa yang sampai saat ini dianggap paling memiliki pengaruh bagi audiennya. Kedahsyatan efek yang dihasilkan dari penggabungan antara elemen gambar (visual) dan suara (audio) membuat media ini menjadi sasaran utama para kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui iklan, para politisi untuk merebut pengaruh dukungan sebesar-besarnya, maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu.
Saat ini hampir tidak ada satupun stasiun televisi yang tidak menayangkan acara komedi. Bahkan dari hasil survey 10 acara yang memiliki rating tertinggi dari berbagai stasiun televisi, Opera Van Java masuk dalam urutan kelima yang notabene juga salah satu program lawak.
Hal ini menandakan bahwa minat para pemirsa televisi terhadap hiburan yang berupa humor, lawak atau komedi masih tergolong tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis program lainnya.
Besarnya minat pemirsa televisi terhadap tayangan komedi tidak muncul begitu saja akhir-akhir ini, namun hal itu terkait dengan pengalaman historis yang sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu.
Kehadiran seni budaya lokal seperti wayang orang, ludruk atau ketoprak di masyarakat memicu kelahiran budaya humor di Indonesia yang kemudian berkembang hingga muncul kelompok-kelompok komedian seperti Srimulat dan Kwartet Jaya pada tahun 1960 hingga 1970-an. Kemudian pada era selanjutnya tahun 1980-an muncul trio Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro) dan grup lawak parodi Pancaran Sinar Petromak (PSP). Sedangkan di era tahun 90-an, seiring dengan masuknya televisi swasta di Indonesia, bermunculan lebih banyak lagi seperti Patrio (Akri, Parto, Eko), Bagito (Miing, Unang, Didin), Komeng, dan masih banyak lagi. Gaya lawakan yang mereka pakai umumnya berbeda-beda. Satu sama lain memiliki ciri khas sendiri-sendiri.
Salah satu gaya lawakan yang khas di Indonesia adalah dengan menampilkan sosok banci atau waria, yaitu pria berdandan dan berperilaku ala wanita.
Sosok waria atau banci dalam pentas lawakan negeri ini secara terang-terangan sebenarnya sudah dibawa sejak kemunculan budaya Ludruk dan Ketoprak pada puluhan tahun yang lalu.
Di komunitas Ludruk Surabaya misalnya, tidak akan menarik oleh para penggemarnya jika dalam pertunjukan-pertunjukan mereka sama sekali tidak ada peran wanita yang dimainkan oleh laki-laki. Bahkan tak jarang ditemui, para pemain Ludruk laki-laki yang telah puluhan memerankan perempuan akhirnya memiliki kebiasaan perilaku seperti banci.
Muatan unsur banci itu masih terbawa sampai hari ini dalam setiap acara komedi yang ditampilkan di Indonesia. Bahkan pelawak Bing Slamet saat meninggal dunia pada tahun 1974 pernah ditampilkan sebagai kover majalah Tempo dengan foto berdandan waria.
Tidak ketinggalan Dono yang paling sering muncul dengan berdandan ala waria dalam film-film Warkop DKI.
Begitu juga Tessy (nama aslinya Kabul) yang citranya tidak pernah lepas dari dandanan waria dengan memakai wig dan cincin batu akik yang berderet di seluruh jari tangannya.
Dari situ, kemudian sosok waria menjadi ciri khas lawakan ala Indonesia hingga saat ini.
Kini di Indonesia, tanpa harus bermodal materi verbal yang berkualitas sekalipun tidak jadi masalah. Cukup dengan menampilkan tokoh laki-laki yang berdandan waria saja sudah bisa dipastikan akan mengundang tawa penonton.
Meski saat ini mulai masuk budaya komedi show ala Barat seperti Stand Up Comedy, tetap saja model lawakan itu tidak dianggap sebagai ciri khas komedi asli Indonesia.
Lawakan Opera Van Java, tetap menjadi urutan pertama dalam rating acara komedi yang ditonton di televisi saat ini.
Dirty Jokes
Disadari atau tidak, lawakan dengan menonjolkan figur waria sebenarnya memiliki muatan negatif yang tidak sedikit.
Pertama, dari sudut pandang syariat, jelas kita dilarang berdandan menyerupai lawan jenis dan berperilaku layaknya kaum Luth (homoseksual/gay/banci). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam pernah secara tegas melaknat banci dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Abbas, dia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat al-mutarajjilat (wanita yang bicara dan tingkah-lakunya menyerupai lelaki) dari wanita, dan melaknat  al-mukhannatsin (lelaki yang bicara dan tingkah-lakunya menyerupai perempuan) dari lelaki, dan dia berkata: “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kamu sekalian”. Dia berkata, maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan fulan, dan ‘Umar telah mengeluarkan/ mengusir fulan.”  (HR Ahmad, sanadnya shahih menurut syarat Al-Bukhari, kata Syu’aib Al-Arna’uth).
Mohd Yusof Hussain, seorang peneliti bidang komunikasi asal Malaysia pernah membahas tentang jenis-jenis kemunkaran yang sering ditayangkan pada media televisi salah satunya adalah adegan gurauan yang mengarah pada hal-hal jorok/ kotor (dirty jokes).
Dia mengatakan dalam penelitiannya, bahwa hal tersebut masuk dalam kategori kemunkaran yang disinggung dalam al-Quran Surat Ali-Imran 104 dan 110 yang berarti perbuatan dan kebiasaan yang telah keluar dari batas-batas hukum moral Allah Subhanahu Wata’ala.*/bersambung sudahkan kedudukan KPI memenuhi masyarakat?

Sumber: http://www.hidayatullah.com

No comments:

Post a Comment