Beberapa
hari belakangan ini marak diberitakan kasus kekerasan seksual terhadap
anak. Fenomena tersebut harus dipandang serius karena merupakan gejala
sosial negatif yang berdampak buruk pada tumbuh kembang anak di tengah
himpitan ekonomi yang mendera masyarakat kalangan miskin khususnya.
Laporan diterima
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tentang kasus kekerasan
terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Yang lebih
mencengangkan, hasil penyelidikan menunjukkan fakta kasus-kasus itu
justru dilakukan oleh orang-orang dekat korban. Pada 2011, ada 2.509
laporan kekerasan, 2012 ada 2.637 laporan, dari total kasus tersebut,
pada 2011, tercatat 59 persen di antaranya adalah kekerasan seksual dan
pada 2012 meningkat menjadi 62 persen. Tingginya angka kasus
mencerminkan buruknya situasi perlindungan anak dan patut diduga angka
sesungguhnya di lapangan masih jauh lebih besar.
Kasus yang paling
tragis adalah yang menimpa RI (11 tahun) tentu tak bisa dihapus begitu
saja dari catatan kelam perlindungan anak. Dia meninggal setelah sepekan
kritis di RS Persahabatan Jakarta. Meski dia meninggal karena radang
otak, dokter memastikan ada luka lama di organ kelaminnya yang
menyebabkan kerusakan dan infeksi karena kekerasan seksual yang
dilakukan oleh ayahnya sendiri.
Sudah saatnya
masyarakat menuntut agar Negara dapat menjamin hak dan perlindungan anak
secara optimal. Aparat penegak hukum harus konsisten melaksanakan UU
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dengan memberikan
sanksi maksimal terhadap orang dewasa pelaku kejahatan seksual terhadap
anak. Karena pada hakikatnya mereka sedang merusak generasi penerus
bangsa dengan menghancurkan masa depan anak-anak kita semua. Dengan
hukuman maksimal 15 (lima belas) tahun bagi pelaku kejahatan seksual
terhadap anak (pasal 81 dan 82 UUPA) diyakini dapat menjadikan efek jera
pada mereka.
Di samping
pemerintah yang dituntut harus serius dalam penegakan hukum terhadap
pelaku kasus kekerasan terhadap anak, masyarakat juga harus berperan
secara aktif dalam mengawasi dan ikut mengevaluasi implementasi hak dan
perlindungan anak oleh pemerintah. Masyarakat juga harus peduli dan peka
terhadap lingkungan yang berpotensi membahayakan keselataman anak-anak.
Jika langkah preventif semakin digalakkan di tengah masyarakat,
berpotensi mengurangi jumlah anak korban kekerasan dari lingkungan di
sekitar mereka.
Berikutnya adalah
sekolah dengan semua perangkatnya; kepala sekolah, guru dan tenaga
kependidikan harus menjadi kelompok terdepan dalam mewujudkan sekolah
sebagai lingkungan yang ramah dan aman bagi anak. Pendidik harus menjadi
suri tauladan bagi murid-murid, bukan malah sebaliknya menjadi pelaku
kekerasan (termasuk kekerasan seksual) terhadap anak didiknya.
Terakhir adalah
keluarga, orang tua yang telah diberikan amanah oleh Tuhan untuk menjadi
pihak pertama dan utama dalam tanggung jawab tumbuh dan kembang anak
tentu harus menunaikannya dengan rasa kasih sayang dan sepenuh hati.
Orang tua tidak boleh egois dalam menjalankan proses parenting terhadap
anak-anak. Karena tidak sedikit anak yang terjebak dalam kasus-kasus
kenakalan remaja, melanggar hukum, penyalahgunaan narkoba adalah akibat
dari keluarga yang broken home. Perceraian kerap juga menyumbangkan
dampak yang buruk pada perkembangan psikologis anak. Dalam kondisi yang
demikian, anak adalah korban dari lingkungan yang tidak menjamin dan
tidak mendukung tumbuh dan kembang secara baik dan wajar. ***
*) Forum LPA Cirebon
No comments:
Post a Comment