Friday, January 3, 2014

Fenomena Kekerasan pada Anak

Beberapa hari belakangan ini marak diberitakan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Fenomena tersebut harus dipandang serius karena merupakan gejala sosial negatif yang berdampak buruk pada tumbuh kembang anak di tengah himpitan ekonomi yang mendera masyarakat kalangan miskin khususnya.
Laporan diterima Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tentang kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Yang lebih mencengangkan, hasil penyelidikan menunjukkan fakta kasus-kasus itu justru dilakukan oleh orang-orang dekat korban. Pada 2011, ada 2.509 laporan kekerasan, 2012 ada 2.637 laporan, dari total kasus tersebut, pada 2011, tercatat 59 persen di antaranya adalah kekerasan seksual dan pada 2012 meningkat menjadi 62 persen. Tingginya angka kasus mencerminkan buruknya situasi perlindungan anak dan patut diduga angka sesungguhnya di lapangan masih jauh lebih besar.
Kasus yang paling tragis adalah yang menimpa RI (11 tahun) tentu tak bisa dihapus begitu saja dari catatan kelam perlindungan anak. Dia meninggal setelah sepekan kritis di RS Persahabatan Jakarta. Meski dia meninggal karena radang otak, dokter memastikan ada luka lama di organ kelaminnya yang menyebabkan kerusakan dan infeksi karena kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayahnya sendiri.
Sudah saatnya masyarakat menuntut agar Negara dapat menjamin hak dan perlindungan anak secara optimal. Aparat penegak hukum harus konsisten melaksanakan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) dengan memberikan sanksi maksimal terhadap orang dewasa pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Karena pada hakikatnya mereka sedang merusak generasi penerus bangsa dengan menghancurkan masa depan anak-anak kita semua. Dengan hukuman maksimal 15 (lima belas) tahun bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak (pasal 81 dan 82 UUPA) diyakini dapat menjadikan efek jera pada mereka.
Di samping pemerintah yang dituntut harus serius dalam penegakan hukum terhadap pelaku kasus kekerasan terhadap anak, masyarakat juga harus berperan secara aktif dalam mengawasi dan ikut mengevaluasi implementasi hak dan perlindungan anak oleh pemerintah. Masyarakat juga harus peduli dan peka terhadap lingkungan yang berpotensi membahayakan keselataman anak-anak. Jika langkah preventif semakin digalakkan di tengah masyarakat, berpotensi mengurangi jumlah anak korban kekerasan dari lingkungan di sekitar mereka.
Berikutnya adalah sekolah dengan semua perangkatnya; kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan harus menjadi kelompok terdepan dalam mewujudkan sekolah sebagai lingkungan yang ramah dan aman bagi anak. Pendidik harus menjadi suri tauladan bagi murid-murid, bukan malah sebaliknya menjadi pelaku kekerasan (termasuk kekerasan seksual) terhadap anak didiknya.
Terakhir adalah keluarga, orang tua yang telah diberikan amanah oleh Tuhan untuk menjadi pihak pertama dan utama dalam tanggung jawab tumbuh dan kembang anak tentu harus menunaikannya dengan rasa kasih sayang dan sepenuh hati. Orang tua tidak boleh egois dalam menjalankan proses parenting terhadap anak-anak. Karena tidak sedikit anak yang terjebak dalam kasus-kasus kenakalan remaja, melanggar hukum, penyalahgunaan narkoba adalah akibat dari keluarga yang broken home. Perceraian kerap juga menyumbangkan dampak yang buruk pada perkembangan psikologis anak. Dalam kondisi yang demikian, anak adalah korban dari lingkungan yang tidak menjamin dan tidak mendukung tumbuh dan kembang secara baik dan wajar. ***
*) Forum LPA Cirebon

No comments:

Post a Comment